Thursday, May 12, 2011

Mekanisme Kerja Anestesi Inhalasi


Mekanisme kerja obat anestetik inhlasi sangat rumit, dan masih merupakan misteri dalam farmakologi modern. Pemberian anestetik inhalasi melalui pernapasan menuju organ sasaran yang jauh merupakan suatu hal yang unik dalam dunia anestesiologi. Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditentukan oleh sifat fisiknya :
1. Ambilan alveolus.
2. Difusi gas dari paru ke darah.
3. Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya.
Hiperventilasi akan menaikkan ambilan alveolus dan hipoventilasi akan menurunkan ambilan alveolus. Dalam praktek, kelarutan zat inhalasi dalam darah adalah faktor utama yang penting dalam menentukan kecepatan induksi dan pemulihannya. Induksi dan pemulihan berlangsung cepat pada zat yang tidak larut dan lambat pada yang larut. Kecepatan induksi anestesi, seperti yang telah disebutkan di atas dipengaruhi salah satunya oleh kelarutan zat anestesi di dalam darah, yang tergantung dari potensi masing-masing zat anestesi. Derajat potensi ini ditentukan oleh Kadar alveolus minimal (KAM) atau MAC (minimum alveolar concentration). MAC ialah kadar minimal zat tersebut dalam alveolus pada tekanan satu atmosfir yang diperlukan untuk mencegah gerakan pada 50% pasien yang dilakukan insisi standar. Pada umumnya imobilisasi tercapai pada 95% pasien, jika kadarnya dinaikkan di atas 30% nilai MAC. Makin tinggi MAC, maka makin rendah potensi zat anestesi tersebut. Dalam keadaan seimbang, tekanan parsial zat anestetik dalam alveoli sama dengan tekanan zat dalam darah dan otak tempat kerja obat.
Konsentrasi uap anestetik dalam alveoli selama induksi ditentukan oleh :
1. Konsentrasi inspirasi
Teoritis kalau saturasi uap anestetik di dalam jaringan sudah penuh, maka ambilan paru berhenti dan konsentrasi uap inspirasi sama dengan alveoli. Hal ini dalam praktek tak pernah terjadi. Induksi makin cepat kalau konsentrasi makin tinggi, asalkan tak terjadi depresi nafas atau kejang laring. Induksi makin cepat jika disertai oleh N2O (efek gas kedua).
2. Ventilator alveolar
Ventilasi alveolar meningkat, konsentrasi alveolar makin tinggi dan sebaliknya.
3. Koefisien darah/gas
Makin tinggi angkanya, makin cepat larut dalam darah, makin rendah konsentrasi dalam alveoli dan sebaliknya.
4. Curah jantung atau aliran darah paru
Makin tinggi curah jantung, makin cepat uap diambil darah.
5. Hubungan ventilasi-perfusi
Gangguan hubungan ini memperlambat ambilan gas anestesi. Jumlah uap dalam mesin anestesi bukan merupakan gambaran yang sebenarnya, karena sebagian uap tersebut hilang dalam tabung sirkuit anestesi atau ke atmosfir sekitar sebelum mencapai pernapasan. Konsentrasi zat anestesi yang tinggi, ventilasi alveolus yang meningkat, serta koefisien partisi darah/gas dan koefisien partisi darah atau jaringan yang rendah dari suatu zat anestesi, akan menyebabkan peningkatan tekanan parsial zat anestesi dalam alveolus, darah dan jaringan. Otak merupakan organ yang banyak mendapat aliran darah, sehingga tekanan parsial zat anestesi di dalam otak akan cepat meningkat dan pasien cepat kehilangan kesadaran.
Hal tersebut di atas dapat berfungsi dengan baik, apabila fungsi paru-paru baik. Fungsi paru-paru dapat diketahui antara lain dengan mengukur volume paru-paru. Dalam klinis, pengukuran yang sering dilakukan dan berguna adalah kapasitas vital, kapasitas paru total, kapasitas reidu fungsional, dan volume residual. Nilai normal volume tersebut bisa berbeda-beda, tergantung oleh umur, tinggi badan, berat badan, jenis kelamin, posisi dan fisik seseorang. Laki-laki dewasa muda (kira-kira 4,6 L) mempunyai kapasitas vital lebih besar dibandingkan dengan wanita dewasa muda (kira-kira 3,1 L), orang tinggi biasanya mempunyai kapasitas vital yang lebih besar dibandingkan dengan orang pendek, seorang atlet terlatih mempunyai kapasitas vital yang lebih besar daripada orang biasa, pada obesitas terjadi penurunan kapasitas vital, kapasitas residu fungsional, dan kapasitas paru total. Penderita penyakit paru-paru, volume-volume tersebut dapat menurun maupun meningkat.

No comments:

Post a Comment